♫- Selamat Datang!
di majalah online SMA Negeri 1 Rantepao -♫

Friday, May 14

Penerima Beasiswa Bidik Misi 2010

Jumat, 23 April 2010 13:43

Beasiswa Bidik Misi
Memutus Rantai Kemiskinan

OLEH: NAOMI SIAGIAN

Jakarta - Perlahan lagu Latin berjudul “Yo Te Amo” mulai meng­alun dari mulut Andy Williams Pakilaran. Semua yang hadir dibuat terkesima oleh siswa kelas III SMAN 1 Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan tersebut.

Andy tidak sedang ikut lomba menya­nyi. Ia tengah diuji oleh Pembantu Rek­tor III Universitas Hasa­nuddin (Unhas) Nasaruddin Salam untuk bisa meraih beasiswa Bidik Misi. Beasiswa ini hanya diberikan kepada siswa ber­asal dari keluarga miskin dan berprestasi.
Belum selesai menya­nyi­kan lagu itu, Nasaruddin sudah meminta Andy berhenti. Tes bernyanyi sengaja diminta Nasaruddin untuk membuktikan bahwa Andy mampu menunjukkan kualitas ber­nyanyi sesuai pengakuan saat mendaftar Beasiswa Bidik Misi. “Saya percaya dia mampu menyanyi dengan baik,” kata Nasaruddin pekan lalu saat menguji Andy di sekolahnya.

Andy memang mempunyai sederet prestasi di dunia tarik suara. Prestasi tertinggi yang pernah diboyong adalah juara lomba vokalgrup menyanyi tingkat Provinsi Sulawesi Se­latan. Kemampuan menya­nyi dan bermusik diperolehnya karena keaktifannya melayani di gereja. Tidak cuma menya­nyi, Andy punya prestasi bagus di sekolah. Dia selalu masuk lima besar di kelas dan nilai baik untuk mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi.
Pengujian belum selesai. Keluarga Andy harus diverifikasi untuk membuktikan dia memang dari keluarga miskin. Ini memang proses seleksi yang harus dijalani, melalui verifikasi lapangan di samping tes wawancara dan tertulis.
Untuk bisa sampai ke rumah, Andy harus menempuh perjalanan sejauh 13 kilometer dari Rantepao ke Desa Sa’dan Malimbong. Di rumah tua yang terbuat dari kayu dan sangat sederhana, Andy tinggal dengan neneknya. Saking sederhananya, di ruang tamu tidak ada perabotan sama sekali, hanya ada sebuah ranjang besi yang juga sudah tua. Ruangan pun cuma diterangi satu bola lampu pijar.
Ibunya tidak mempunyai pekerjaan tetap dan tinggal di Palopo. Oleh karena itu, hidup­nya hanya dibiayai sang nenek yang mengandalkan uang pensiun.
Meski hidup di tengah kemiskinan, tekad William sangat besar untuk meraih pendidikan tinggi. Dia Sadar akan ekonomi yang sangat terbatas yang membuatnya tidak pernah membayangkan akan bisa kuliah. Oleh karena itu, saat mendengar Beasiswa Bidik Misi, dia tidak menyia-nyiakannya. “Ini peluang yang diberikan Tuhan untuk saya,” katanya dengan bibir bergetar.
Anak kedua dari pasangan Abans Pakilaran dan Bety Benteng ini sudah berencana memilih Jurusan Teknik Sipil dan Teknik Industri. “Saya sangat ingin masuk Teknik Sipil karena peluang kerjanya besar. Saya tidak mau miskin lagi. Orang-orang di Toraja juga banyak yang kuliah di Teknik Sipil dan berhasil,” tutur Andy lugu.

Atlet Tolak Peluru
Lain lagi dengan Mut­main­na Cendi, siswa kelas III SMA Pondok Pesantren Rahmatul Asri, Desa Baroko, Enrekang, Sulawesi Selatan. Putri dari petani sayuran ini lolos sebagai calon penerima beasiswa Bidik Misi karena prestasi akademik bidang olahraga dan agama.
Siapa menduga gadis yang terlihat lembut ini adalah salah satu atlet tolak peluru. Tidak cuma itu, prestasi yang lebih besar lagi diraihnya dalam Tilawah Qur’an dan Salawat. Mutmainna sudah membidik pilihan jurusan Farmasi dan Sastra Arab di Unhas.
“Awalnya, saya ingin memilih keperawatan, tapi tidak ada di Unhas karena itu saya pilih Jurusan Farmasi. Sejak kecil cita-cita saya memang bekerja di bidang kesehatan,” kata Mutmainna.

Memutus Kemiskinan
Andy dan Mutmainna berhasil menjadi salah satu calon penerima Beasiswa Bidik Misi Unhas lewat jalur prestasi seni dan olahraga. Mereka menjadi bagian dari 20.000 calon mahasiswa selurun Indonesia yang akan meraih Beasiswa Bidik Misi.
Syarat penerima beasiswa ini adalah selalu masuk menjadi 25 persen terbaik di kelas ditambah prestasi di bidang ekstrakurikuler, seperti seni dan olahraga, minimal peringkat ke-3 di tingkat kabupaten/kota.
Nasaruddin mengatakan beasiswa diberikan senilai Rp 5 juta per semester yang langsung diberikan ke rekening anak. Jumlah itu untuk membiayai hidup termasuk membayar SPP selama kuliah empat tahun.
Untuk tahun pertama penyelenggaraan Beasiswa Bidik Misi, Kementerian Pendidikan Nasional menganggarkan dana Rp 1 triliun. Targetnya adalah untuk memutus rantai kemiskinan sehingga jumlah keluarga miskin berkurang.
Program ini akan menjaring calon mahasiswa dari lulusan SMA/SMK/MA maupun program kesetaraan Paket C dengan melibatkan sebanyak 104 PTN yang terdiri atas 82 PTN di bawah pengelolaan Kemendiknas yang mencakup universitas, institut, politeknik, serta 22 PTN yang dikelola Kementerian Agama.
Kemiskinan di Indonesia yang mencapai 32 juta orang tidak bisa hanya menunggu pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, investasi atau jargon-jargon ekonomi makro lainnya. Pusat kemiskinan, yaitu keluarga-keluarga miskin harus menjadi fokus perhatian.
Akses orang miskin terhadap layanan dasar, seperti pendidikan sangat minim. Siapapun tidak akan bisa membayangkan orang seperti Andy dan Mutmainna akan masuk pada jurusan impian mereka tanpa ada beasiswa. Pendidikan kian mahal, semakin jauh dari jangkauan keluarga miskin.
Kasus penolakan terhadap UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan juga berawal ketika UU itu mencerminkan ketidakadilan negara terhadap seluruh rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Perguruan tinggi hanya menjadi tempat bagi orang-orang kaya karena mampu memberi sumbangan yang besar. Sementara itu, yang miskin harus tersingkir.
Oleh karena itu, pemberian beasiswa seharusnya bisa diperbesar lagi. Tidak harus menunggu negara mampu memberikan anggaran lebih besar, tapi bagaimana menetapkan prioritas agar pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia terjamin.

0 comments: